PPN Indonesia Bakal Jadi yang Tertinggi di Asia Tenggara, Sri Mulyani Yakini Ada Ruang Keringanan

  • Naiknya PPN menjadi 12% di awal 2025 nanti akan menjadikan Indonesia sebagai negara nomer satu di ASEAN dengan PPN tertinggi.


Suarajatim.com - Guru Besar Bidang Ilmu Ekonomi Moneter Universitas Indonesia (UI) Telisa Aulia Falianty, meyakini kenaikan PPN menjadi 12%, seperti apa yang diumumkan Menteri Keuangan Sri Mulyani beberapa waktu lalu, bakal memberatkan daya beli masyarakat.

"Makanya harus hati-hati sekali dengan kebijakan PPN. Karena dikhawatirkan daya beli masyarakat ke depan akan semakin tertekan, akibatnya laju konsumsi rumah tangga makin melemah," ujarnya.


Telisa mengimbau agar kebijakan tersebut ditunda. Terutama jika pemerintah belum mampu menyediakan lapangan kerja yang berkualitas dan tingkat upah yang menyejahterakan masyarakat.


Dengan tarif baru PPN 12%, Indonesia menempati peringkat satu sebagai negara dengan tarif PPN tertinggi se-Asia Tenggara, bersama Filipina.


Di negara lain, PPN dikenal sebagai value-added tax (VAT) atau goods and services tax (GST). Berikut besaran PPN tiap negara Asia Tenggara bersasarkan data PricewaterhouseCoopers (PwC):

  1. Filipina 12.0%
  2. Indonesia 11.0%
  3. Kamboja 10.0%
  4. Vietnam 10.0%
  5. Singapura 9.0%
  6. Malaysia 8.0%
  7. Thailand 7.0%
  8. Laos 7.0%
  9. Myanmar 5.0%
  10. Timor Leste 2.5%


Sebagai tambahan, Jepang menerapkan VAT sebesar 10%, Korea Selatan 10%, dan Australia 10%. Sementara China dan India menetapkan VAT bervariasi untuk tiap barang dengan kisaran 5 hingga 28%.

Di Indonesias sendiri, PPN merupakan sumber pajak terbesar kedua setelah Pajak Penghasilan (PPh). 


Berdasarkan data Kementerian Keuangan, PPN bersama dengan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) menyumbang penerimaan negara sebesar Rp 764,3 triliun sepanjang tahun 2023.


Mulanya, PPN di Indonesia sebesar 10% sejak 1983. Barulah naik menjadi 11% di era kepemimpinan Jokowi. 


Dan untuk menjaga kesehatan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), sekaligus merespons berbagai krisis, Prabowo tak segan kembali menaikkan PPN di masa awal jabatannya.


Sri Mulyani bersikeras bahwa kebijakan yang diambil bukan sebuah keputusan yang membabi buta, melainkan sesuai dengan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), yang berisi kenaikan tarif PPN dilakukan secara bertahap, dari 10% menjadi 11% pada 2022 dan kemudian menjadi 12% pada 2025.


Ia juga menegaskan bahwa kenaikan tarif PPN akan dibarengi dengan ruang keringanan pajak agar daya beli masyarakat tidak tertekan, seperti banyaknya jenis barang atau jasa yang tidak dipungut pajak.


"Sebetulnya ada loh dan memang banyak kalau kita hitung teman-teman pajak yang hitung banyak sekali bisa sampaikan detail tentang fasilitas untuk dibebaskan atau mendapatkan tarif lebih rendah itu ada dalam aturan tersebut," tandasnya.

LihatTutupKomentar