SJT– Enuma Indonesia, penyedia teknologi pendidikan, meluncurkan hasil studi persepsi guru, orang tua, dan wali murid terhadap aplikasi pembelajaran digital (APD) di Indonesia sebagai bagian dari program Inclusive Business Solution (IBS) Korea International Cooperation Agency (KOICA). Penelitian dengan 302 responden pendamping pengguna maupun nonpendamping menunjukkan, APD tetap dimanfaatkan sebagai alat belajar bahkan setelah melewati masa pandemi. Hal ini sejalan dengan agenda pemerintah untuk meningkatkan kualitas literasi dan numerasi secara nasional.
“Kemampuan literasi dan numerasi memiliki peran penting untuk mencapai Indonesia Emas 2045. Kami juga memiliki enam program prioritas, salah satunya penguatan literasi dan numerasi. Lalu, pendidikan jarak jauh, ini juga erat kaitannya bagaimana Enuma bisa memfasilitasi pendidikan jarak jauh. Harapannya dengan Enuma melalui konten-konten (pembelajaran) yang dihasilkan sudah melalui proses kurasi dan dapat mendukung program pemerintah terkait program pembelajaran digital,” kata Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Yudhistira Nugraha pada sambutannya.
Dalam sambutannya, Pejabat Fungsional Pengembang Teknologi Pembelajaran Ahli Utama Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah Gogot Suharwoto juga menekankan “Penguatan literasi dan numerasi masuk ke dalam program prioritas Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah periode 2024–2029 dan mencakup pendidikan matematika, sains, dan teknologi sejak dini. Kami percaya, tujuan tersebut akan tercapai jika terjadi sinergi di antara para penggiat pendidikan, baik di tingkat pusat maupun daerah, termasuk dalam menghadirkan akses infrastruktur pendidikan yang inklusif, termasuk di daerah-daerah terpencil.”
Dalam studi, tiga alasan utama para pendamping mengadopsi APD adalah kemudahan mencari materi ajar (94 persen), tampilan aplikasi yang menarik (93 persen), dan cara penggunaan yang mudah dipahami (92 persen). Menurut mereka, APD membuat pembelajaran menjadi interaktif dan menyenangkan. Hal ini sejalan dengan pernyataan yang disampaikan oleh Juli Adrian selaku Direktur Enuma Indonesia, “Semangat Sekolah Enuma adalah mendorong anak-anak sebagai pembelajar mandiri. Gagasan tersebut diejawantahkan oleh pendiri Enuma melalui desain aplikasi yang mengikutsertakan komponen permainan ke dalam cara pembelajaran. Dalam skema ini, peran pendamping adalah membimbing anak untuk menuntaskan tantangan atau materi yang ada. Harapan kami, integrasi yang baik antara pembelajaran konvensional dan digital akan membantu menumbuhkan rasa cinta anak-anak terhadap literasi dan numerasi.”
Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO Itje Chodidjah mengatakan, “Berbicara literasi tidak hanya sebatas membaca dan menulis, tetapi alat hidup. Anak tetap membutuhkan pembimbing dalam menggunakan aplikasi pembelajaran digital, agar anak-anak termotivasi untuk memanfaatkan apa yang didapatkan dari aplikasi. Oleh sebab itu, penggunaan aplikasi untuk anak perlu dipikirkan bagaimana orang dewasa menemaninya. Di situlah baru numerasi dan literasi akan menjadi wujud nyata, menjadi bagian untuk memperbaiki kualitas hidup.”
Juli menjelaskan, pertanyaan yang sering kali diajukan guru, orang tua, dan wali murid adalah mengenai durasi ideal penggunaan APD. Dalam studi, sebanyak 37,5 persen responden pendamping belajar memanfaatkan APD dengan durasi 30 sampai 60 menit per sesi selama 2 hingga 3 kali per pekan. Pada posisi kedua, yaitu 16,96 persen, menggunakan selama 30 menit per sesi selama 2 hingga 3 kali per pekan. Adapun Enuma menyarankan penggunaan selama 30–45 menit per sesi.
Salah satu temuan lain adalah tantangan adopsi teknologi. Bagi responden nonpendamping pengguna, kualitas jaringan internet (71 persen) menjadi alasan penghambat utama. Oleh karena itu, dukungan dari pemerintah pusat dan daerah dalam meningkatkan pemerataan akses pendidikan, utamanya bagi sekolah-sekolah di daerah 3T, sangat dibutuhkan.
“Aplikasi Sekolah Enuma didesain dapat digunakan secara daring setelah terunduh ke dalam gawai. Kami berharap fitur ini membantu mengurangi tantangan yang dihadapi para pendamping belajar, sembari terus mengembangkan inovasi-inovasi baru,” kata Juli.
Walaupun transformasi pendidikan berbasis digital masih menuai berbagai tantangan dan hambatan. Pemimpin Learning & Design Enuma Indonesia Rusma Siadari menyatakan dalam sesinya, hasil penelitian Enuma diharapkan dapat mendorong seluruh masyarakat untuk berkolaborasi menciptakan pembelajaran yang inklusif. Pada akhirnya, pemerintah pusat dan daerah perlu bersinergi dari segi kebijakan, serta pendidik maupun orang tua sebagai pendamping anak, dan penyedia infrastruktur untuk menunjang akses internet. Rusma juga mendorong semua pihak yang terlibat untuk bergerak bersama, sehingga nantinya anak tidak kehilangan potensi dan semangat belajar, serta terus menumbuhkan kecintaannya terhadap literasi dan numerasi.