SUARAJATIM - Kasus arogansi yang dilakukan oleh Ivan Sugianto, seorang wali murid SMA Cita Hati Surabaya, terhadap siswa SMA Gloria 2 Surabaya semakin menarik perhatian publik.
Insiden yang terjadi pada Senin, 21 Oktober 2024 ini menjadi viral setelah beredar di media sosial, memperlihatkan tindakan Ivan yang memaksa seorang siswa untuk bersujud dan menggonggong seperti anjing. Aksi tersebut memicu kemarahan luas dari masyarakat dan berbagai kalangan.
Tak lama setelah video tersebut tersebar, banyak pihak mengecam keras perilaku Ivan, yang dinilai sebagai bentuk arogansi dan premanisme. Masyarakat menganggap tindakan tersebut tidak pantas dilakukan oleh seorang wali murid dan melukai nilai-nilai pendidikan, terutama ketika anak-anak menjadi korban kekerasan psikologis.
Polrestabes Surabaya kini tengah melakukan penyelidikan hukum atas kasus ini. Banyak pihak mendukung agar proses hukum segera diselesaikan untuk memberikan rasa keadilan, terutama bagi siswa yang menjadi korban. Laporan resmi telah diajukan oleh seorang guru berinisial LSP, yang mewakili pihak sekolah, dengan surat tanda terima laporan bernomor LPM/1121/X/2024/SPKT/POLRESTABES SURABAYA, mengacu pada dugaan ancaman kekerasan.
Di tengah proses hukum ini, Relawan Kawal Gibran Jawa Timur (KGB) menyuarakan dukungannya agar Polrestabes Surabaya menindak tegas Ivan Sugianto. Agus Setiawan, Sekretaris KGB Jawa Timur, menegaskan bahwa tindakan Ivan sangat mencederai nilai pendidikan dan bisa berpotensi menimbulkan trauma berkepanjangan pada siswa.
"Penegak hukum harus tegas dalam menindak setiap oknum yang melakukan tindakan premanisme terhadap anak, agar kejadian serupa tidak terulang kembali," tegas Agus Setiawan.
Relawan Kawal Gibran Jawa Timur menyatakan dukungan dalam kasus arogansi wali murid SMA di Surabaya |
Senada dengan Agus, Ketua KGB Jawa Timur, Berlin Hasibuan, turut menyatakan komitmennya untuk mendukung penuh proses hukum ini. Ia menegaskan bahwa tindakan premanisme tidak memiliki tempat di lingkungan sekolah atau di masyarakat.
"Kami siap mendukung penuh proses hukum ini, sebagai bentuk penolakan terhadap tindakan premanisme yang mengancam lingkungan sekolah dan masyarakat Surabaya pada umumnya," ujar Berlin.
Berlin juga mengungkapkan bahwa Wakil Presiden Gibran Raka Bumi Raka turut menyoroti pentingnya menjaga keamanan di lingkungan sekolah. Dalam rapat koordinasi terkait kebijakan pendidikan yang digelar di Jakarta pada 11 November lalu, Gibran menekankan bahwa sekolah harus menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi siswa serta guru.
Kasus ini memicu refleksi mendalam tentang pentingnya perlindungan anak di lingkungan pendidikan. Masyarakat luas berharap agar kasus ini bisa menjadi pembelajaran bagi semua pihak, baik orang tua, pengelola sekolah, maupun lembaga pendidikan lainnya, untuk terus menjaga dan melindungi hak-hak anak.
Kasus ini diharapkan dapat diselesaikan dengan tegas demi memberikan rasa aman di dunia pendidikan serta memberikan contoh nyata bahwa tindakan kekerasan, baik fisik maupun psikologis, tidak boleh mendapat tempat di tengah masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
#inewssurabaya