ADEXO |
SJT– Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyelenggarakan Global Forum for Sustainabel Resilience (GFSR) ke-2 di JIEXPO Kemayoran, Jakarta, pada 11 – 12 September 2024. Pertemuan yang mengundang para narasumber dengan berbagai latar belakang membahas penguatan resiliensi berkelanjutan. Penguatan tersebut dikaitkan dengan tiga isu utama yang dihadapi secara global, yaitu perubahan iklim, bencana dan pembangunan berkelanjutan.
Pada pembukaan ADEXCO, Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto menyampaikan, GSFR ini merupakan forum penting yang menandai komitmen bersama, yang juga memperkuat strategi pengurangan risiko bencana di kawasan. Suharyanto menyebutkan konsep resiliensi berkelanjutan tersebut didukung dengan empat pilar utama. “Konsep resiliensi berkelanjutan ini mencakup empat pilar, yakni budaya dan kelembagaan, investasi sains-teknologi, akses pendanaan dan transfer teknologi, infrastruktur tahan bencana dan perubahan iklim, serta komitmen dalam implementasi kesepakatan global terkait pengurangan risiko bencana dan adaptasi perubahan iklim,” papar Suharyanto di JIEXPO, Jakarta, Rabu (9/9).
Suharyanto menambahkan, konsep ini telah diterima dan disepakati dalam Deklarasi Pemimpin ASEAN untuk Resiliensi Berkelanjutan pada ASEAN Summit 2023. “Maka, dalam dua hari kedepan, kita akan berfokus pada bagaimana konsep-konsep ini dapat diterjemahkan ke dalam tindakan nyata,” ujarnya. Pada kesempatan ini, salah satu pilarnya yaitu inovasi dan investasi sains teknologi yang beresonansi pada gelaran pameran dan expo, ADEXCO 2024, yang melibatkan berbagai pihak, pemerintah, lembaga internasional dan dunia usaha dengan produk-produk kebencanaan dan showcase praktik baiknya.
Sementara itu, melalui semangat resiliensi berkelanjutan, BNPB berharap masyarakat dapat menyikapi dan merespons setiap ancaman bahaya. Terlebih lagi dengan kondisi perubahan iklim yang semakin dirasakan dapat memicu terjadinya risiko sistemik. Selain dilakukan oleh warga, semangat tersebut dapat dikembangkan oleh para pemangku kepentingan sehingga perlindungan masyarakat dapat berjalan dengan lebih baik, contohnya pembangunan infrastruktur waduk yang pemanfaatannya tidak hanya untuk pengairan tetapi juga perlindungan terhadap masyarakat dari ancaman bahaya banjir.
Pada gelaran GFSR kedua, BNPB memfokuskan pada refleksi 20 tahun tsunami Aceh. Bencana saat itu berdampak luar biasa terhadap kehidupan masyarakat setempat. Namun, perlahan mereka bangkit dan pulih dari katastrofe, di antaranya pemahaman di lingkungan sekolah terhadap bahaya gempa bumi dan tsunami serta penguatan kapasitas untuk merespons ancamannya. Refleksi juga bertujuan untuk memetik pembelajaran, praktik baik dan pencapaian yang telah dilakukan dua dekade terakhir. Ini akan memberikan kesempatan baik kepada semua pihak mengenai pentingnya setiap upaya untuk menyikapi dan merespons risiko sistemik dari perubahan iklim dan bencana, misalnya hal sederhana pada kemampuan warga melakukan panen air hujan untuk mengatasi kekeringan.
Konsep sustainable resilience atau resiliensi berkelanjutan ini memberikan pendekatan komprehensif untuk beberapa tantangan dunia modern yang saling berhubungan. Cara holistik untuk mengatasi tantangan ini sangat penting; yang mengintegrasikan aksi iklim, pengurangan risiko bencana, dan inisiatif pembangunan berkelanjutan. Berbarengan dengan GFSR, diselenggarakan juga pameran inovasi dan teknologi kebencanaan, ADEXCO, dan Dialog Tingkat Tinggi ASEAN untuk peringatan 20 tahun tsunami Samudra Hindia 2004.