Hadir di Forum ASEAN-Indo-Pacific, Dirut PLN Tekankan Pentingnya Kolaborasi Global

  • Di Forum ASEAN-Indo-Pacific, Dirut PLN menyuarakan kolaborasi global demi mewujudkan transisi energi.

Jakarta, Suarajatim.com - Demi memastikan ketahanan energi nasional, PT PLN (Persero) terus memperkuat kolaborasi dengan komunitas energi dunia. Menurut Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo, kolaborasi adalah kunci penting dalam transisi energi. 


Pada ASEAN-Indo-Pacific Forum (AIPF), Darmawan mengungkapkan bawa kolaborasi dapat menyeimbangkan trilema energi, yaitu security, affordability, dan sustainability.


Pada kesempatan tersebut, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir mengatakan bahwa kehadiran AIPF bertujuan untuk menghubungkan sektor swasta dan publik di kawasan ASEAN dan Indo-Pasifik agar kerja sama yang terjalin lebih kuat.

Forum tersebut adalah platform bagi negara-negara anggota ASEAN dan mitra agar terlibat dalam diskusi konstruktif untuk menghasilkan proyek-proyek nyata sehingga dapat meningkatkan kolaborasi di kawasan Indo-Pasifik.


“Kita berkumpul di sini untuk membangun masa depan yang lebih terkoneksi, lebih makmur, dan lebih berkelanjutan untuk kawasan ASEAN dan Indo-Pasifik,” kata Erick.


Permintaan pasokan listrik yang semakin tinggi menjadi tantangan bersama bagi perusahaan terkait, maka keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dengan ketahanan energi harus diperhatikan.


Menurut Darmawan, transisi energi kini semakin mungkin dilakukan karena tarif listrik dari energi baru terbarukan (EBT) makin murah. Tapi muncul kendala lain, yakni pada sektor pembiayaan, di mana arakter pembangkit EBT yang membutuhkan investasi capital expenditure besar di awal, meski ongkos operasionalnya relatif lebih murah.  


"Untuk menjalankan komitmen ini, Indonesia tidak bisa berjalan sendiri. Memang tantangannya sangat besar, namun dengan adanya forum seperti AIPF ini memberi kita keyakinan, apapun tantangannya, kita akan terus melangkah maju bersama-sama," ungkap Darmawan.

Dalam 2 tahun terakhir, PLN terus gencar melakukan upaya transisi energi. Di antaranya membatalkan rencana pembangunan 13,3 Gigawatt (GW) pembangkit batubara, mengganti 1,1 GW pembangkit batubara dengan EBT, serta menetapkan 51,6% penambahan pembangkit berbasis EBT.


"Kami dalam proses merancang dan mendesain ulang perencanaan ketenagalistrikan nasional. Dengan sistem baru ini, kami paham adanya ketidaksesuaian antara sebagian besar sumber EBT dengan pusat beban sehingga kami akan membangun_green enabling super grid untuk menghubungkannya," paparnya.


Darmawan mengungkapkan bahwa saat ini PLN sedang mendesain dan membangun end-to-end smart grid untuk meningkatkan porsi pembangkit energi surya dan angin dari 5 GW menjadi 28 GW.


Pengembangan green enabling super grid dan end-to-end smart grid ini semakin mendesak untuk mengatasi ketidaksesuaian sumber EBT dengan pusat demand listrik dan mengakomodasi penetrasi EBT variabel yang sangat masif.


Sistem ini yang nantinya akan digunakan untuk mendukung pembangunan ASEAN Power Grid. Sistem ini diproyeksikan mampu menghubungkan transmisi lintas negara-negara di ASEAN, mulai dari Laos, Vietnam, Kamboja, Malaysia, Singapura, hingga Indonesia.   


"ASEAN Power Grid bukan hanya soal listrik. Lebih dari itu, hal ini mencerminkan kekuatan baru ASEAN dan mencerminkan perubahan ASEAN yang sebelumnya terfragmentasi jadi bersatu demi satu kemakmuran kawasan Asia Tenggara," pungkas Darmawan. 


Hal serupa disampaikan CEO Canada Business Council Goldy Hyder. Menurutnya menjalankan transisi energi tidak bisa mengabaikan keterjangkauan dan ketahanan energi, melainkan perlu mengedepankan aspek keberlanjutan dan kemakmuran masyarakat di dunia.


"Prinsip utama dalam mencapai sebuah target tidak bisa mengabaikan ketahanan energi, prinsip yang berkelanjutan dan juga keterjangkauan. Langkah-langkah perlu dipetakan secara matang dan mengedepankan kesejahteraan masyarakat," tambah Hyder.

LihatTutupKomentar