- Warga Desa Sawotratap Sidoarjo mengadukan kasus mereka yang telah terjadi selama puluhan tahun ke Pengacara Cak Sholeh. Mereka mengaku tak kunjung mendapatkan sertifikat rumah yang sudah mereka beli sejak tahun 1970-an.
Suarajatim.com - Pengacara kondang asal Surabaya, Cak Sholeh, kembali menyuarakan ketidakadilan hukum yang dialami masyarakat melalui akun Instagram-nya. Kali ini soal kasus sertifikat rumah di Desa Sawotratap RW 08, Kecamatan Gedangan, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.
Sebanyak 1.300 warga ramai-ramai mengajukan gugatan hukum lantaran tak kunjung mendapatkan sertifikat, padahal mereka telah memberi rumah di lokasi tersebut sejak tahun 1970-an.
"Saya jauh-jauh datang ke Sidoarjo karena mendapat aduan kasus menarik. Aneh bin ajaib sudah puluhan tahun menempati rumah (di Desa Sawotratap) tapi tidak punya sertifikat," kata Cak Sholeh yang terlihat berada di tengah-tengah sekumpulan warga.
Salah satunya, Umar Suryana, yang mengaku telah menempati rumahnya di Sawotratap sejak tahun 1973 hingga sekarang, namun belum punya sertifikat. Ia mengaku selama 10 tahun menyicil rumah tersebut dengan susah payah. Ia juga kerap mendapat ancaman dari Dinas Angkatan Laut bahwa apabila menunggak cicilan, maka rumah tersebut akan disita.
"Saya membeli rumah secara angsuran. Waktu itu gajinya bapak (suami) cuma Rp 4.500, sedangkan angsuran rumahnya Rp 3.340. Katanya kalau tiga bulan nggak bayar, rumahnya bakal diambil lagi. Jadi saya bela-belain ngutang supaya bisa bayar. Tapi ternyata sudah lunas tahun 1983, sampai sekarang suratnya nggak keluar-keluar," kisah Umar.
Umar juga menceritakan perjuangannya untuk mendapatkan sertifikat yang dijanjikan. Namun titik terang tak kunjung ia dapatkan. Wanita paruh baya tersebut malah dioper sana-sini selama bertahun-tahun.
"Dari sana disuruh ke sini, dari sini disuruh ke sana, sampai ke Jakarta. Kita seperti bola pingpong. Padahal katanya kalau lunas sertifikat bakal keluar, kami nunggu sampai sekarang tidak keluar. Sedangkan semakin lama saya semakin tua. Tapi hanya dapat janji-janji saja," lanjut Umar.
Para pemilik rumah yang mayoritas sudah sepuh itu, ramai-ramai mengajukan gugatan hukum. Hal tersebut disampaikan oleh Ariswondo. Menurutnya gugatan dimulai pada tahun 2012.
"Tingkat Pengadilan Negeri Sidoarjo menang (2012), tingkat Pengadilan Tinggi Surabaya menang (2014), tingkat Mahkamah Agung menang (2016). Keluar penetapan eksekusi dari PN Sidoarjo pada 24 September 2019. Dilanjutkan teguran aanmaning sebanyak 3 kali kepada Menteri Pertahanan Republik, Menteri Keuangan, Panglima TNI, Komandan Pangkalan Nasional Indonesia Angkatan Laut. Dari aanmaning pertama sampai ketiga para tergugat tidak pernah hadir. Hingga keluar penetapan eksekusi dari PN Sidoarjo pada tahun 2020," papar Ariswondo.
"Setelahnya kami melapor ke BPN (Badan Pertanahan Nasional) Sidoarjo membawa berkas, namun BPN kebingungan sehingga direkomendasikan lagi ke Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR). Hingga sekarang kami belum mendapat rekomendasi dari Menteri ATR," sambung Ariswondo.
Berdasarkan informasi yang didapat oleh warga, pada tahun 1995, tanah di Desa Sawotratap telah disertifikat atas nama Angkatan Laut .
"Infonya tanah ini sudah bersertifikat sejak 1995 atas nama Angkata Laut. Ceritanya tahun 1993, kami siduruh mengukur rumah masing-masing dengan dalih akan disertifikat. Tapi ternyata sertifikatnya bikan atas nama kami," tambah Ariswondo.
Cak Sholeh mengimbau kepada masyarakat yang menyaksikan kontennya untuk sama-sama membantu memviralkan kasus ini. Menurutnya, jika tidak viral, kasus ini akan mengendap terus tanpa kejelasan.
"No viral, no justice. Mohon teman-teman bantu viralkan agar kasus ini sampai ke Presiden, Menteri Keuangan, Menteri ATR. Karena dari tahun 2020 sejak aanmaning kasus ini masih mengendap di BPN. Padahal seharusnya sertifikat yang ada dibatalkan dan dibagi menjadi sertifikat warga," tutup Cak Sholeh