- Pelaksanaan sistem zonasi dalam penerimaan murid baru kembali menuai protes. Kali ini lantaran maraknya calon siswa yang menggunakan alamat palsu agar diterima di sekolah favorit. Geram akan hal ini, Wali Kota Bogor, Bima Arya, akan menyampaikan aspirasinya kepada Presiden dan Mendikbud.
Suarajatim.com - Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto, geram usai membuktikan sendiri adanya kecurangan pada proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Bagaimana tidak, ia menerima 300 aduan dari orang tua yang mengeluhkan anaknya tidak diterima di SMP Negeri karena tergeser oleh calon siswa lain, padahal jarak rumahnya lebih jauh atau tidak tinggal di sekitar sekolah tersebut.
Tak mau berlama-lama, Bima langsung menyambangi beberapa alamat sesuai data PPDB dari SMP Negeri 1 yang dimilikinya sebagai sampel, pada Kamis (6/7/2023). Benar saja, daftar PPDB mencatatkan ada 36 nama siswa yang tinggal di wilayah tersebut, namun nyatanya tak sampai dari 20 keluarga yang memiliki anak usia masuk sekolah SMP.
Keesokan harinya, Jumat (7/7/2023), Bima menelusuri langsung kasus ini ke SMP Negeri terkait serta Dinas Pencatatan Sipil (Disdukcapil) dan Dinas Pendidikan Kota Bogor. Bima meminta ditunjukkan bagaimana cara kerja sistem PPDB zonasi tersebut dan dimana saja kemungkinan adanya celah kecurangan.
Berdasarkan hasil penelusuran tersebut, Bima menemukan banyak pelanggaran, seperti Kartu Keluarga (KK) palsu ataupun KK yang tidak sesuai antara domisili dan juga dokumen yang didaftarkan.
“Jadi, saya memutuskan untuk membentuk tim khusus dalam membongkar dan menelusuri sekaligus juga memastikan bahwa semua sesuai dengan aturan. Tim tersebut terdiri dari inspektorat, kemudian bagian pemerintahan, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil), Dinas Pendidikan (Disdik), dan seluruh camat,” ucap Bima.
Tim tersebut bertugas menelusuri dan melakukan verifikasi faktual di lapangan untuk pendaftar SMP. Demi memberikan kesempatan pemeriksaan menyeluruh, maka pengumuman pendaftaran SMP pun akan diundur.
“Jadi, tim ini akan bekerja keras satu-dua hari ke depan dan pengumuman untuk pendaftaran SMP itu akan diundur satu hari, jadi tanggal 11 Juli 2023, untuk memberikan kesempatan bagi tim ini untuk melakukan verifikasi terhadap semuanya,” papar Bima.
Tak hanya SMP, tim tersebut juga akan bertugas menelusuri pendaftaran SMA. Namun karena SMA bukan merupakan ranah pemerintah kota, maka tim hanya akan akan memberikan rekomendasi kepada Kantor Cabang Dinas (KCD) dan kepada sekolah terkait temuan nama-nama yang tidak sesuai dengan fakta lapangan.
"Saya juga memberi tugas khusus kepada Inspektorat untuk menelusuri pihak yang bertanggung jawab terkait dugaan pelanggaran data-data kependudukan calon peserta didik ini," tambahnya.
Bima menekankan, bagi calon peserta didik yang melakukan manipulasi data, harus mundur dari pendaftaran sekolah pertama tanpa perlu menunggu pengumuman terlebih dulu. Karena dipastikan semua sekolah akan melakukan penghitungan kembali.
“Kan semua juga sudah menandatangani pernyataan surat pertanggungjawaban mutlak. Apabila tidak sesuai, harus mundur. Silakan daftar sesuai domisili saja, tidak usah merekayasa, memanipulasi data kependudukan. Yang daftar ke SMP, masih ada waktu. Yang daftar ke SMA pun, karena belum diumumkan," tegas Bima.
Di dalam laman Instagram-nya, Bima mengungkapkan akan menyampaikan persoalan tersebut kepada Presiden dan Mendikbud.
"Sebagai Ketua Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI), saya akan menyampaika persoalan ini pada Presiden dan Menteri Pendidikan untuk mengevaluasi total sistem zonasi di PPDB," tutup Bima.
Sebagai informasi, sistem zonasi diberlakukan sejak tahun 2017 oleh Menteri Pendidikan Nadiem Makarim. Sistem ini mengubah persyaratan penerimaan calon peserta didik di sekolah negeri, yang semula berdasarkan nilai ujian nasional, menjadi berdasarkan kedekatan tempat tinggal dengan sekolah.
Tujuan dari sistem zonasi ini adalah untuk menghapuskan "kasta” dalam sistem pendidikan yang selama ini berlaku. Dalam jangka panjang sistem ini juga dijadikan acuan untuk mengembangkan sarana prasarana, redistribusi dan pembinaan guru, serta pembinaan kesiswaan. Dengan demikian diharapkan anak-anak Indonesia bisa menikmati kualitas pendidikan yang sama tanpa tanpa memandang nilai akademik dan kekayaan.
Namun pada pelaksanaannya, sistem zonasi menghadapi banyak benturan. Hal ini terjadi karena belum matangnya infrastruktur yang ada dan mutu setiap sekolah yang belum setara. Sehingga orang tua masih condong pada sekolah yang selama ini dianggap favorit. Ini menjadi peluang bagi oknum yang ingin mendapat keuntungan di tengah kerumitan.