- Peraturan Gubernur NTT, Viktor Bungtilu, mengenai jam belajar siswa SMA dan SMK di Kupang yang dimulai pukul 5 pagi terus menuai polemik.
- Baik siswa, guru, orang tua, PGRI, hingga DPRD sepakat menolak kebijakan tersebut.
Suarajatim.com - Penolakan demi penolakan terus berdatangan atas kebijakan Gubernur NTT, Viktor Bungtilu, terkait jam masuk Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kupang yang dinilai tidak masuk akal. Baik siswa, guru, dan orang tua merasa keberatan jika sekolah dimulai pukul 5 pagi.
Darius Beda Daton, Kepala Ombudsman Nusa Tenggara Timur (NTT), mengaku mendapatkan banyak komplain mulai dari siswa, orang tua, hingga para guru. Ada beberapa alasan yang kerap dikeluhkan masyarakat terkait aturan baru ini.
Pertama, dari sisi transportasi pada jam tersebut yang dinilai belum siap sehingga akan menyulitkan siswa. Belum lagi menimbang faktor alasan keamanan dan keselamatan, mengingat angka kasus asusila di NTT terbilang tinggi setiap tahunnya.
“Pada jam tersebut (05.00 WITA), angkutan umum di Kota Kupang masih belum beroperasi. Tentu ini akan menimbulkan kesulitan bagi pelajar yang berangkat ke sekolah. Kemudian, ancaman keamanan dan keselamatan para pelajar, karena petugas Kepolisian juga belum banyak bertugas pada jam tersebut," terang Darius.
Darius juga mengatakan bahwa faktor kesehatan juga menjadi keresahan para orang tua. Agar bisa sampai di sekolah pukul 5 pagi, maka siswa harus bersiap sejak sebelum subuh. Orang tua takut kesehatan anak menurun karena kurangnya jam istirahat.
Kebijakan Gubernur ini terbilang mengagetkan karena diberlakukan secara tiba-tiba tanpa adanya proses diskusi dengan stakeholder terkait.
“Kebijakan ini baru beliau (Gubernur NTT) sampaikan secara lisan di dalam rapat dengan Dinas Pendidikan Provinsi dan sejumlah kepala sekolah. Jadi baru disampaikan secara lisan, kemudian 1 atau 2 hari setelah itu diinstruksikan lagi secara lisan ke seluruh sekolah untuk melaksanakan. Lalu, kepala sekolah memerintahkan seluruh siswanya untuk hadir jam 5 pagi tanpa didahului dengan undangan diskusi atau sosialisasi kepada para guru, orang tua siswa, dan komite sekolah,” terang Darius.
Diketahui pihak Ombudsman telah melakukan komunikasi dengan pihak Dinas Pendidikan Provinsi dan para guru di SMA dan SMK, namun belum berkomunikasi langsung dengan Gubernur NTT.
“Rata-rata guru di NTT keberatan dengan kebijakan tersebut. Alasannya utamanya seperti, menjaga hak-hak anak, psikologi anak, dan seterusnya. Keberatannya sangat masif dari stakeholder terkait dan para guru,” paparnya.
Di sisi lain, Darius juga menyampaikan tujuan Gubernur memberlakukan kebijakan ini. Menurutnya hal ini untuk melatik anak-anak agar disiplin dan terbiasa bangun pagi.
“Mungkin sebenarnya beliau ingin, anak SMA dan SMK di sini ada yang bisa masuk universitas ternama di Indonesia dan dunia. Untuk itu harus belajar disiplin. Namun hal ini tidak bisa diterapkan secara mendadak, karena membutuhkan kajian-kajian komprehensif lain,” katanya.
Saat ini sejumlah sekolah sudah menjalankan instruksi tersebut, dengan langsung melakukan kegiatan akademik jam 5 pagi. Meskipun kajian mengenai aturan ini juga masih berjalan. Ombudsman juga terus menampung masukan-masukan dari pihak terkait untuk jadi bahan kajian.
“Di sini semua menolak. DPRD menolak, PGRI menolak, semua menolak namun masih tetap dijalankan. Itu yang jadi persoalan. Niat baik itu harus dilakukan dengan proses yang benar agar mendapatkan manfaat," kata Darius.
“Lagi pula, di seluruh dunia barangkali tidak ada sekolah yang masuknya jam 5 pagi,” tutupnya.