- Kasus kematian Mahsa Amini berbuntut panjang hingga menimbulkan kerusuhan besar dan puluhan nyawa berguguran di Iran. Ayatollah Ali Khamenei, pemimpin tertinggi Iran menuding Amerika dan Israel adalah dalang dari kericuhan tersebut.
Suarajatim.com - Ayatollah Ali Khamenei, pemimpin tertinggi Iran, akhirnya angkat bicara soal kasus kematian Mahsa Amini (22) yang memancing kerusuhan besar di Iran. Setelah berminggu-minggu memilih bungkam, maka Senin (3/10) secara resmi pemimpin teokrasi Iran tersebut muncul ke publik.
Mulanya Khamenei menyatakan perasaan belasungkawa terhadap kematian Amini. Ia kemudian dengan lugas menyalahkan Amerika atas kerusuhan dalam demo memprotes kematian Amini di Iran.
"Kerusuhan ini sudah direncanakan. Kerusuhan dan ketidakamanan ini dirancang oleh Amerika dan rezim Zionis (Israel), dan agen bayaran mereka," ujar Khamenei.
Dirinya juga mengutuk pengunjuk rasa karena merobek jilbab mereka, membakar masjid, bank, dan mobil polisi.
"Tindakan itu tidak normal. Itu tidak wajar. Mereka yang mengobarkan kerusuhan untuk menyabotase Republik Islam pantas mendapatkan tuntutan dan hukuman yang keras," papar Khamenei.
Hal senada juga diungkapkan oleh Kementerian Luar Negeri Iran, Nasser Kanani, kepada media Iran. Ia menanggapi pernyataan yang dirilis Gedung Putih pada Senin (3/10) malam tentang bagaimana Biden mengancam akan adanya konsekuensi lebih lanjut untuk Iran. Baginya apa yang dikatakan AS adalah suatu kemunafikkan.
"Akan lebih baik bagi Tuan Joe Biden untuk memikirkan sedikit soal rekam jejak HAM di negaranya sendiri sebelum membuat gerakan kemanusiaan, meskipun kemunafikan tidak perlu dipikirkan," sindir Nasser Kanani.
"Presiden AS seharusnya prihatin soal banyaknya sanksi terhadap bangsa Iran, sanksi-sanksi yang dikenakan terhadap negara manapun merupakan contoh jelas untuk kejahatan kemanusiaan," imbuhnya.
Mahsa Tewas Dihajar Karena Tak Berjilbab, Dunia Membisu
Kerusuhan besar yang menimpa Iran berawal dari diumumkannya kematian Mahsa Amini pada 16 September lalu, yang diduga meninggal dunia akibat kekerasan yang dilakukan oleh polisi moral di Teheran atas dugaan melanggar aturan hijab.
Di sisi lain, pemerintah Iran mengelak tuduhan tersebut dengan mengeluarkan bukti CCTV yang memperlihatkan bahwa tidak ada sama sekali kekerasan yang terjadi. Iran berkeras bahwa wafatnya Amini murni karena serangan jantung yang dideritanya.
Meski begitu, unjuk rasa pecah di puluhan wilayah Iran. Puluhan orang tewas, dan ratusan lainnya ditangkap. Kini, demonstrasi di seluruh Iran telah menyebar ke kampus-kampus, yang dianggap sebagai tempat perlindungan pada saat kerusuhan.
Di Indonesia sendiri, Dr. Dina Y Sulaiman, yakni seorang penulis, dosen, dan juga pakar geopolitik Timur Tengah, kerap membahas perihal mispersepsi masyarakat terhadap hak asasi perempuan di Iran. Melalui kanal Youtube dan akun Instagram Dina kerap mengungkapkan ketidaksetujuannya terhadap narasi-narasi mindstream yang beredar.
"Saya kerap berkunjung ke Iran, bahkan pernah tinggal di sana. Namun saya tidak pernah melihat bagaimana polisi moral Iran melakukan tindak kekerasan terhadap perempuan seperti yang banyak diberitakan," kata Dina dalam sebuah talkshow di kanal Youtube Seroja TV.
"Mungkin Anda asing dengan Zainab Essam. Padahal namanya viral di Irak lantaran dibunuh oleh pasukan Amerika Serikat saat sedang bekerja di pertanian ayahnya. Namun tak ada satupun media barat yang menyerukan pembelaan padanya. Ini contoh standar ganda Barat," tulis Dina di akun Instagramnya.
Masih dalam unggahan Dina di Instagram, ia mengungkapkan bahwa apa yang beredar di media tentang kasus Mahsa Amini merupakan contoh dari "Jumping Conclusion", atau pengambilan kesimpulan yang melewati tahap-tahap verifikasi yang seharusnya dilakukan sebelum mengambil kesimpulan.
Ketika info yang diberitakan adalah Mahsa Amini tewas karena disiksa polisi, kesimpulan yang disebarluaskan adalah bahwa perempuan di Iran itu direpresi, maka dari itu, sistem pemerintahan Iran harus dibubarkan. Padahal bukti penyiksaannya sendiri hingga kini belum ada, masih dari "katanya-katanya".
Dina juga membagikan video bagaimana aparat Israel dan polisi AS secara terang-terangan dan terbukti melakukan kekerasan terhadap perempuan Palestina.
"Tapi apakah para kaum (yang katanya) feminis pembela hak asasi perempuan pernah menyerukan agar rezim AS dan Zionis dibubarkan? Jawaban mereka, 'Kan AS dan Israel tidak memaksa perempuan berhijab, maka mereka demokratis'. Plis deh, jangan ngaku berlogika tapi nirlogika," tutup Dina.