- Mahsa Amini, perempuan Iran berusia 22 tahun tewas setelah dinyatakan mati otak, diduga karena dipukuli "Polisi Moral" di kota Tehran, Iran (13/9/2022) akibat tidak mengenakan jilbab sesuai aturan pemerintah. Kejadian itu mengundang keprihatinan masyarakat dunia.
Mulanya, Mahsa sedang melakukan perjalanan dari Saqqez, Kurdistan ke Ibu Kota Teheran untuk mengunjungi kerabat. Namun karena ia tidak memakai jilbab seperti aturan pemerintah, ia pun ditahan polisi moral Iran yang terkenal menakutkan.
"Mahsa ditangkap pada Selasa malam oleh Polisi Moral yang bertugas menegakkan peraturan mengenai pakaian di Iran. Ia pun dibawa ke Jalan Vozara untuk mendapatkan edukasi tentang jilbab. Namun beberapa jam setelahnya Mahsa dilarikan ke rumah sakit karena serangan jantung bawaan," kata salah satu Polisi Teheran yang dikutip dari media pemerintah Iran.
Hal ini ditampik oleh keluarga Mahsa yang menyatakan bahwa ia tidak memiliki riwayat penyakit apapun terkait jantung. Ayahnya juga menyatakan bahwa sang buah hati di rumah sakit dalam kondisi koma dan dinyatakan mati otak.
Pihak keluarga Mahsa juga menjelaskan bahwa ketika penangkapan terjadi, saudara laki-laki Mahsa yang bernama Kiarash sempat membela, namun ia malah mendapat tindak kekerasan. Saat itu petugas mengatakan bahwa Mahsa hanya akan dibawa ke kantor dan akan dilepas satu jam kemudian.
"Ketika saya sampai di depan gedung, ada sekitar 60-70 orang yang membawa pakaian untuk wanita-wanita yang sedang ditahan. Sesaat kemudian, beberapa diantara mereka dilepaskan, lalu saya mendengar jeritan," ungkap Kiarash kepada IranWire.
"Kami lantas menggedor-gedor pintu. Beberapa petugas keluar dan memukul kami dengan tongkat dan melepaskan gas air mata. Tubuh saya lebam, dan penglihatan saya kabur. Tak beberapa lama, sebuah ambulans pergi dari bangunan itu," lanjutnya.
Lebih lanjut Kiarash menceritakan, beberapa orang yang dilepas dari tahanan itu bilang bahwa ambulans tadi membawa seorang wanita yang mati terbunuh. Kiarash pun menunjukkan foto Mahsa kepada wanita itu. Ia membenarkan bahwa Mahsa-lah yang dilarikan ke rumah sakit.
Kiarash langsung menghampiri seorang petugas dan meminta kepastian soal apa yang terjadi. Namun petugas itu justru berbohong dengan mengatakan bahwa orang yang ada di dalam ambulans tadi adalah petugas keamanan yang terluka. Kiarash yang tidak percaya, langsung mengejar ambulans hingga sampai ke Rumah Sakit Kasra.
Kiarash diizinkan untuk menjenguk Mahsa, namun tidak diperbolehkan mengambil gambar. "Wajah Mahsa lebam dan kakinya lebam. Saya sudah pasrah saat itu. Polisi mengikuti saya di lantai bawah, dan saudara saya terkapar," kata Kiarash.
Seketika berita menyebar. Kematian Mahsa Amini memicu protes di wilayah Kurdi, Iran terutama di media sosial hingga sempat menjadi trending topic di Twitter. Tagar #MahsaAmini telah diperbincangkan tak kurang dari dua juta kicauan di Twitter.
Masyarakat dunia turut menyuarakan keprihatinannya terkait kematian Mahsa. Tak terkecuali, Bella Hadid, supermodel dunia yang kerap vokal dalam membela Hak Asasi Manusia (HAM).
"Istirahatlah dengan tenang #mahsaamini Kamu tidak pantas mendapatkan ini. Mengirimkan doa untuk keluarga dan orang yang ia cintai," tulis Bella Hadid dalam unggahan Instagramnya.
Bella juga menuliskan seruan agar publik lebih memperhatikan adanya pelanggaran-pelanggaran HAM yang terjadi di bawah kekuasaan Presiden Iran, Ebrahim Raisi.
Terlebih sebentar lagi General Assembly Perserikatan Bangsa-Banga (PBB) akan digelar di New York. Ini merupakan momen yang tepat untuk menyuarakan pada dunia bagaimana kejinya perlakuan rezim Iran terhadap HAM. Ebrahim Raisi harus diinvestigasi terkait keterlibatannya dalam kejahatan di masa lalu dan saat ini di bawah hukum internasional.
Tak hanya Bella, penyanyi terkenal, Dua Lipa juga menyatakan keprihatinannya. "Ini luar biasa kejam dan mematahkan hati," tulisnya di Instagram Story.
Pemerintah Iran memang terkenal ekstrim dalam menegakkan aturan berjilbab. Petugas yang dinamakan "Polisi Moral" bertugas menegakkan aturan dalam berbusana dan berjilbab. Mereka memiliki kewenangan untuk memberhentikan wanita dan memeriksanya dari rambut, make up, hingga cat kuku.
Para "Polisi Moral" tersebut kerap melakukan kekerasan oada wanita dengan menampar, memukul dengan tongkat, menjambak, dan memaksa mereka masuk ke mobil polisi hanya karena "kesalahan berpakaian".