Suarajatim.com - Rokok merupakan bahaya yang mengancam anak, remaja dan wanita Indonesia. Konsumsi rokok merupakan salah satu faktor risiko utama terjadinya berbagai penyakit tidak menular seperti penyakit jantung koroner, stroke, kanker, penyakit paru kronik dan diabetes melitus yang merupakan penyebab kematian utama di dunia, termasuk Indonesia.
Saat ini, lebih dari 60 juta penduduk Indonesia adalah perokok aktif. Jumlah ini terus bertambah dari tahun ke tahun dan menempatkan Indonesia ke peringkat ketiga dengan jumlah perokok aktif tertinggi di dunia.
Sebanyak 62 juta perempuan dan 30 juta laki- laki Indonesia menjadi perokok pasif, dan yang paling menyedihkan adalah anak-anak usia 0-4 tahun yang terpapar asap rokok berjumlah 11, 4 juta anak. Meskipun bahaya dari merokok sudah sangat jelas namun prevalensi perokok di Indonesia terus meningkat.
Penetapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) merupakan upaya dari pemerintah untuk melindungi masyarakat dari Asap Rokok Orang Lain (AROL) dan untuk menjamin hak setiap orang menghirup udara bersih dan sehat tanpa adanya paparan asap rokok.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan mengamanatkan bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita Bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dalam memperingati Hari Tanpa Tembakau Sedunia 31 Mei 2021 dan dengan tema “Commit to Quit”. dengan ini Research Group Tobacco Control Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga menyelenggarakan Workshop dan Diseminasi Penelitian terkait Tobacco Control yang telah dilaksanakan selama ini.
Semoga melalui kegiatan ini dapat menjadi rujukan ilmiah bagi para pemangku kebijakan agar dapat membuat regulasi pengendalian tembakau yang lebih tegas agar dapat menurunkan prevalensi perokok di Indonesia.
Materi 1 : Model Sistem Aplikasi Upaya Berhenti Merokok (UBM)
- Narasumber : Dr. Arief Hargono, drg., M.Kes. (FKM UNAIR)
- Penanggap : Dr. Cut Putri Arianie, MH.Kes, Ditjen P2P Kementerian Kesehatan RI, Dr. Dra. Retna Siwi Padmawati, M.A, FKKMK Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Latar belakang dari masalah ini adalah karena bahaya rokok bagi kesehatan. Populasi merokok meningkat setiap tahunnya di dunia. Data menunjukkan 20% populasi di dunia merokok yang meliputi 942 juta laki-laki dan 175 juta perempuan pada usia lebih dari 15 tahun keatas.
Global Youth Tobacco Survey (GYTS) menyatakan bahwa 36.2% anak laki-laki dan 4.3% anak perempuan mengkonsumsi rokok di Indonesia. Merokok menjadi penyebab utama kematian pada penyakit jantung koroner, stroke, kanker trachea, bronkus, dan paru-paru serta Penyakit Paru Obstruktif Kronik, serta penyakit lainnya
Adiksi kecancuan nikotin adalah kendala UBM pada remaja
Terdapat 90 persen perokok mulai merokok sebelum usia 18 tahun dan pada setiap harinya sekitar2.100 pemuda menjadi perokok harian. Perokok remaja memiliki risiko lebih tinggi untuk bertahan lama merokok sampai dewasa.
Intervensi kebiasaan merokok pada remaja diharapkan menjadi salah satu upaya strategis dalam menurunkan risiko akibat merokok. Strategi EMPOWER an “offer help to quit tobacco use” yang artinya membantu perokok untuk berhenti merokok melalui konseling pada layanan kesehatan
Smoking Cessation / Upaya Berhenti merokok di era 4.0 merupakan gebrakan baru intervensi UBM secara digital
Upaya intervensi perilaku berbasis mobile melalui smartphone untuk remaja mengalami peningkatan. 94 % remaja menjelajah Web melalui smartphone setiap harinya. Aplikasi pada smartphone atau mobile application memiliki potensi untuk menjangkau khalayak remaja yang besar dan hemat biaya.
Intervensi melalui aplikasi smartphone juga dapat mengatasi kekhawatiran pengguna tentang kerahasiaan mereka. Aplikasi ini mengurangi risiko kontak langsung di era pandemi Covid-19. Sistem aplikasi ini mensupport system program UBM yang telah berjalan.
Penjelasan singkat alur Model Sistem Aplikasi UBM adalah menghubungkan antara klien (perokok), konselor dan fasilitas layanan kesehatan dimana didalam database aplikasi tersebut akan memuat data-data yang diperlukan selama konseling berlangsung secara virtual baik profil, status merokok, alasan berhenti merokok, tingkat motivasi untuk berhenti merokok hingga laporan gagal atau berhasil berhenti atau kekambuhan kembali merokok.
Seluruh data tersebut akan terhubung selain kepada 3 komponen diatas (klien, konselor dan fasyankes) juga dapat dibaca oleh Dinas Kesehatan sebagai bahan laporan capaian UBM baik Daerah, Provinsi maupun Nasional.
Materi 2 : Beban Penyakit Akibat Rokok di Jawa Timur
- Narasumber : Kurnia Dwi Artanti, dr., M.Sc. (FKM UNAIR)
- Penanggap : Prof. Dr. Ali Ghufron Mukti., M.Sc., Ph.D.AAK BPJS Kesehatan Pusat, Dr. Abdillah Hasan, S.E., M.S.E. PEBS Universitas Indonesia
Latar belakang penelitian dilakukan adalah karena penyakit akibat rokok semakin banyak setiap tahunnya seiring dengan peningkatan jumlah perokok. Hilangnya biaya yang dihabiskan untuk mengobati penyakit akibat rokok sebanyak 18,5 milyar USD.
Studi terkait beban penyakit akibat rokok beberapa sudah dilakukan di level nasional. Akan tetapi di level daerah khususnya Jawa Timur belum ada data tersebut.
Tembakau adalah faktor risiko utama penyakit tidak menular dan ini dibuktikan di Atlas Tobacco 4th Edition Tahun 2015, bahwa orang yang mengkonsumsi tembakau memiliki resiko tinggi terkena penyakit kardiovaskuler, komplikasi diabetes mellitus, kanker dan penyakit paru kronis.
Data menyebutkan bahwa kesakitan terbesar 2.120.000 jiwa atau 33% menderita kanker ganas, 1.870.000 jiwa atau 29% menderita penyakit pernafasan, 1.860.000 jiwa atau 29% menderita kardiovaskular atau penyakit jantung dan diikuti penyakit yang lain yaitu penyakit pencernaan, diabetes mellitus, penyakit saluran nafas bawah dan TBC.
Tujuan dari penelitian ini dilakukan saat itu adalah untuk menganalisis burden of disease pada penyakit akibat rokok di Jawa Timur. Mengidentifikasi karakteristik penderita penyakit akibat rokok, episode sakit dari penderita penyakit akibat rokok, faktor risiko penyakit akibat rokok serta Menghitung beban penyakit akibat rokok.
Harapan dari dipaparkannya studi ini kepada pemangku kebijakan
Monitoring penggunaan tembakau dan pencegahannya yang digunakan untuk kepentingan penyusunan kebijakan. Perlindungan terhadap paparan asap rokok dengan menciptakan Kawasan Tanpa Rokok.
Mengoptimalkan dukungan untuk berhenti merokok dengan menyediakan bantuan konsultasi upaya berhenti merokok atau terapi obat. Memberikan edukasi kepada masyarakat akan bahaya tembakau dengan mencantumkan peringatan kesehatan dalam bentuk gambar (pictorial health warning) pada bungkus rokok.
Perlunya Eliminasi iklan, promosi, dan sponsor terkait tembakau dalam bentuk larangan terhadap promosi produk tembakau serta perlunya kenaikan cukai tembakau untuk mengontrol daya beli masyarakat.
Hasil Penelitian
Karakteristik penderita penyakit akibat rokok paling banyak yaitu Stroke, Berjenis kelamin laki-laki, Usia Penderita paling banyak antara 17 – 55 tahun dan Pendapatan responden sebagian besar sejumlah > 2.500.000. Episode sakit dari penderita penyakit akibat rokok paling sedikit < 1tahun yang lalu.
Beban biaya langsung terbesar dikeluarkan melalui BPJS baik rawat inap maupun rawat jalan. Beban ekonomi paling besar terdapat biaya langsung 4.845.168.400 sedangkan total biaya yang dikeluarkan untuk 202 orang selama 1 tahun adalah sebesar sebesar 5.349.529.967
Materi 3 : Perilaku Merokok pada Tenaga Kesehatan
- Narasumber : Dr. Sri Widati, S.Sos., M.Si (FKM UNAIR)
- Penanggap : dr. Theresia Sandra Diah Ratih, M.HA Ditjen P2P Kementerian Kesehatan RI, dr. Herlin Ferliana, M.Kes, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur
Saran tenaga kesehatan (Nakes) merupakan pemicu ekternal paling kuat untuk upaya henti merokok. Diketahui 1 dari 5 perokok mencoba henti rokok ketika disarankan dokter. Menjadi masalah ketika nakes merokok tidak cocok karena harusnya nakes memberikan contoh perilaku sehat
Sebab Nakes merokok ???.. Stres kerja dan terjadi konflik
Data menunjukkan prevalensi merokok rendah di Australia, tinggi di negara-negara Asia dan meningkat di Timur Tengah (WHO, 2016).
Penelitian dilakukan di 14 negara : Australia, Indonesia, Kingdom of Saudi Arabia (KSA), Thailand, Vietnam, Fiji, United Kingdom (UK), United States of America (USA), Jordan, Malaysia, Nepal, India, Bangladesh, China
Tujuan Menganalisis perilaku merokok di kalangan tenaga kesehatan di Surabaya dan membandingkannya dengan negara-negara Asia dan Timur Tengah.
Hasil penelitian
Di Surabaya Mayoritas responden perempuan,Jakarta Mayoritas pria. Usia responden antara 23 – 68 tahun, Hampir semua bertempat tinggal di wilayah metropolitan dan berstatus menikah. Distribusi status merokok pada tenaga kesehatan 18% dan Jumlah batang yang dihisap paling banyak adalah 2 – 9 batang.
Sebagian besar ingin berhenti merokok tapi belum terpikir kapan harus berhenti dan Cara yang paling disuka untuk berhenti merokok paling banyak adalah Sesi konseling pribadi. Sebagian besar responden menyarankan untuk berhenti merokok akan tetapi semakin lama semakin kecil responden yang memberikan bantuan. Sangat sedikit tenaga kesehatan yang sudah mendapatkan pelatihan berhenti merokok
Saran kepada pemerintah atau pemangku kepentingan yaitu:
- Mengadakan pelatihan kepada tenaga ksehatan untuk berhenti merokok.
- Memfasilitasi tenaga kesehatan yang berkeinginan untuk berhenti merokok dengan menyediakan klinik berhenti merokok di RS.
- Membuat program terkait dengan upaya berhenti merokok disertai dengan monev dan catatan keberhasilannya.
Materi 4 : Perilaku Merokok & Stunting
- Narasumber : Dr. Siti Rahayu Nadhiroh, S.KM., M.Kes. (FKM UNAIR)
- Penanggap : Pungkas Bahjuri Ali, S.TP., M.S. Kementerian PPN/BAPPENAS, Prof. Dr. Ir. H. Hardinsyah, MS, Institut Pertanian Bogor, Pergizi Pangan Indonesia
a). Perokok di Indonesia
Berdasarkan Tobacco Atlas, Indonesia menjadi salah satu dari lima negara dengan jumlah konsumsi rokok terbanyak di dunia, yakni 173 miliar batang pada tahun 2006 dan meningkat secara signifikan menjadi 316 miliar batang pada tahun 2018.
Prevalensi perokok penduduk berusia 15 tahun ke atas pada tahun 2018 mencapai 33,8 persen (Riskesdas, 2018) yang juga mengalami peningkatan dari tahun 2016, yakni sebesar 32,8 persen (Sirkesnas, 2016).
b). Perilaku Merokok di dalam Rumah bersama dengan Anggota Keluarga dan Dampaknya terhadap Stunting
Perilaku merokok di dalam rumah bersama dengan anggota keluarga menyebabkan tingginya prevalensi perokok pasif di dalam rumah. Berdasarkan Riskesdas tahun 2018, tercatat lebih dari 158 juta terpapar oleh asap rokok di dalam rumah dan 13 juta di antaranya adalah anak berusia 0 – 4 tahun.
Hal ini menjadi ancaman bagi tumbuh kembang balita sebagaimana dinyatakan bahwa paparan asap rokok, baik selama masa kehamilan maupun selama masa tumbuh kembang anak, memiliki hubungan dengan adanya risiko stunting, khususnya pada negara dengan pendapatan menengah ke bawah (Nadhiroh et al, 2020).
Kehadiran paparan asap rokok pada saat janin berada dalam kandungan hingga bayi berusia 6 bulan, ditambah kondisi ibu dengan anemia saat kehamilan dimungkinkan menyebabkan efek kombinasi yang berdampak pada pertumbuhan linier.
Pada masa pertumbuhan yang cepat, seorang bayi membutuhkan suplai dan metabolisme energi. Metabolism energi selular tergantung pada oksigen. Pada bayi dengan cadangan zat besi yang rendah saat berada dalam kandungan dan kemungkinan menetap pada tahun pertama kehidupannya, kekurangan zat besi menurunkan metabolism energi selular yang tergantung pada suplai oksigen, dikarenakan penurunan sintesa heme dan Hb, sintesa sel darah merah dan seterusnya sehingga membawa konsekuensi pada hambatan pertumbuhan linier (Soliman, De Sanctis and Kalra, 2014).
Disisi lain kandungan karbon monoksida (CO) pada asap rokok yang terhisap bayi berhubungan dengan penurunan ketersediaan oksigen sebagai akibat peningkatan konsentrasi COHb dalam darah. Ketika terbentuk COHb, maka akan menggeser kapasitas darah sebagai pembawa oksigen dan menurunkan pelepasan oksigen ke jaringan (Vallero, 2014).
Lebih jauh, keberadaan kadmium dalam asap rokok dapat mengganggu keseimbangan kadmium-zinc dan kadmium-kalsium dalam tubuh yang mengakibatkan hambatan pembentukan tulang dan memperlambat pertumbuhan panjang badan (Berlanga et al., 2002).
c). Dampak Rokok terhadap Kesehatan
Transisi epidemiologi yang dewasa ini mengakibatkan perubahan pola penyakit dari penyakit menular ke penyakit tidak menular. Pada tahun 2017, 75,02% persen kematian dinyatakan menjadi akibat dari penyakit tidak menular.
Dalam hal ini, rokok diketahui menjadi faktor risiko utama 4 (empat) penyakit tidak menular terbanyak, yakni penyakit jantung dan pembuluh darah, diabetes, kanker, dan penyakit paru obstruktif kronis. Rokok juga mampu mengakibatkan gangguan proses kognitif pada otak bagian depan (prefrontal cortex).
Semakin lama menjalani kebiasaan rokok, maka semakin luas penurunan fungsi prefrontal cortex yang mengindikasikan kerusakan akibat efek nikotin bersifat progresif dan dibawa hingga dewasa.
d). Dampak Rokok pada Aspek Ekonomi
Selain memiliki dampak buruk terhadap kesehatan, rokok juga membawa dampak buruk pada aspek ekonomi. Pada September 2019, rokok masuk ke dalam daftar komoditas yang memberi sumbangan besar terhadap garis kemiskinan yang berkontribusi sebesar 11,17%, kedua tertinggi setelah beras (20,35%) (Susenas, 2019).
Tren persentase pengeluaran rumah tangga yang berada pada kuintil 1 (Q1) per kapita per bulan pada tahun 2003 – 2018 menunjukkan bahwa persentase tembakau dan sirih terhadap total pengeluaran menjadi kedua tertinggi setelah padi-padian melebihi ikan, daging, telur dan susu. Konsumsi rokok dan kemiskinan juga kemudian berkaitan sangat erat dengan kejadian stunting.
Materi 5 : Keberadaan Iklan Rokok di Sekitar Kawasan Tanpa Rokok
- Narasumber : Hario Megatsari, S.KM., M.Kes.. (FKM UNAIR)
- Penanggap : Sufiah Rahmawati, S.KM., M.Kes (Dinas Kesehatan Kota Surabaya)
Riset terbaru kami membuktikan bahwa mudah sekali melihat dan menemukan iklan rokok di luar ruang di sekitar lembaga pendidikan, mulai dari sekolah dasar hingga universitas, di Kota Surabaya. Hampir 30% dari 1199 sekolah negeri dan swasta di kota ini masing-masing terpapar setidaknya oleh satu iklan rokok di lingkungannya.
Sekitar radius 300 meter dari sekolah atau 10 menit dari sekolah, mudah ditemukan papan reklame rokok. Dua pertiga universitas juga “diserbu” oleh iklan tembakau di ruang terbuka.
Kami menemukan 307 iklan rokok di jalur-jalur tersebut yang meliputi billboard (63%), banner (31%), dan videoboard (7%). Sebagian besar iklan (89%) dimiliki oleh tiga perusahaan terbesar: PT. Djarum (38%) dan PT. Gudang Garam (24%) dan PT HM Sampoerna (Phillip Morris) (27%). Sisanya, 11 persen, milik PT. Bentoel International, PT. Wismilak, PT. Kayadibya Mahardika (Apache), PT Kolang Citra Abadi (Moden), dan PT. Nojorono Tobacco (Minak Djinggo/Class Mild).
Dalam hal intensitas iklan, ada 239 iklan rokok (78% dari total) berada dalam jarak 300 meter dan dapat ditempuh dengan berjalan kaki 10 menit dari sekolah.
Iklan rokok paling banyak ditemui di lingkungan sekitar sekolah swasta dan sekolah dasar dan sekolah menengah. Dua pertiga universitas berada di dalam hotspot iklan rokok. Dari data tersebut tampak bahwa tiga perusahaan tembakau terbesar (Djarum, Gudang Garam, dan Sampoerna) memasarkan rokok secara agresif dan menarik, terutama kepada kaum muda.
Semua ini mendorong citra merek yang ada dalam materi iklan dan meningkatkan potensi penggunaan tembakau di kalangan muda.(*)
Berita terkait: Picu Kanker dan Stunting pada Anak, Konsumsi Rokok Malah Naik di Masa Pandemi