Suarajatim.com - Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menetapkan COVID-19 sebagai bencana nasional setelah sebelumnya melalui berbagai macam pertimbangan.
Penetapan status sebagai bencana nasional tentu akan membawa beberapa dampak termasuk dalam kondisi ekonomi dan bisnis di Indonesia. Hal ini berhubungan langsung dengan kontrak-kontrak bisnis.
"Ini kan Force Majeure, jadi karena darurat nasional itu hukumnya harus mengikuti. Kontrak bisa dijadikan alasan untuk tidak
memenuhi kewajibannya," tandas Budi Darmono, Pakar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia, sebagaimana dikutip oleh CNBC Indonesia.
Saat ini, lanjut Budi, adalah kondisi di luar kemampuan manusia sehingga kerugian tidak bisa dihindari.
"Tapi terkait kontrak ini kalau kedua belah pihak sama-sama tahu bisa dinegosiasi," tegasnya.
Selain itu, dengan Kepres yang menetapkan Covid-19 sebagai bencana nasional ini, Presiden bisa mengambil keputusan-keputusan yang levelnya tentang perubahan anggaran.
"Sebelumnya kan presiden belum pernah menetapkan, sekarang ini sudah ditetapkan jadi bencana nasional sehingga realokasi anggaran APBN dan APBD bisa dilakukan. Dengan begitu jika sekarang Presiden mau bikin APBNP mereka bisa, mereka bisa
punya landasan hukumnya," terang Jentera Bivitri Susanti, Pakar Hukum Tata Negara dari Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH).
— Otojatim (@Otojatimcom) April 14, 2020
Bivitri menilai seharusnya kebijakan ini keluar sebulan lalu sehingga bisa menjadi dasar aturan-aturan relaksasi yang dirilis belakangan ini. Untuk itu, adanya keputusan ini tidak akan memberikan dampak signifikan terhadap perekonomian selain anggaran.
"Dampak ke ekonomi lanjut aja, karena ini kepres yang seharusnya keluar sebulan lalu. Ini harusnya jadi dasar aturan OJK atau relaksasi lain, karena ini terlambat keluarnya, maka ini jadi go as usual," kata Bivitri.//