Suarajatim.com - Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Kamis (7/12) siang menyetujui Marsekal Hadi Tjahjanto sebagai Panglima TNI menggantikan Jenderal Gatot Nurmantyo.
Persetujuan itu disepakati setelah Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyhari menyampaikan laporan hasil fit and proper test yang dilakukan Komisi I terhadap Marsekal Hadi kemarin, sehari sebelumnya.
Dalam pemaparannya, Abdul Kharis menyatakan bahwa seluruh fraksi di Komisi I telah menyetujui hasil fit and proper test Marsekal Hadi. Ia pun menyatakan Komisi I telah melakukan rapat konsultasi dengan Bamus DPR RI.
"Selanjutnya, Komisi I DPR RI mengharapkan Rapat Paripurna DPR RI pada hari ini dapat menetapkan persetujuan Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, sebagai Panglima TNI," kata Abdul Kharis di Ruang Sidang Paripurna DPR, Senayan, Jakarta Pusat.
Sebagaimana diduga sebelumnya, proses fit and proper test Marsekal Hadi oleh DPR ini bakal berjalan mulus.
Meski demikian, komitmennya dalam menjaga netralitas TNI tetap menjadi sorotan publik sebab tahun 2018 dan 2019 Indonesia memasuki tahun poltik. Ini lantaran kedekatan Hadi dengan Presiden Joko Widodo yang oleh publik dinilai cukup istimewa.
Beberapa pengamat mengungkapkan jika penunjukan Hadi sebagai calon panglima TNI oleh Presiden Jokowi bukan hal yang mengejutkan. Sebab secara tersirat, Jokowi menginginkan Hadi sebagai panglima TNI.
Itu tercermin dari melesatnya karier Hadi dibandingkan perwira tinggi lainnya. Hadi hanya butuh waktu dua tahun untuk memegang pangkat marsekal setelah pada 2015 berpangkat marsekal pertama.
Banyak pihak menilai, moncernya karier Hadi tak lepas dari kedekatannya dengan Jokowi. Keduanya pernah bertugas pada wilayah yang sama sebelumnya. Pada kurun 2010-2011, Hadi menjabat Komandan Lanud Adi Sumarmo saat Jokowi menjadi wali kota Solo.
Di sisi lain, penunjukkan Hadi sebagai calon panglima TNI juga dianggap bermuatan politik. Hal itu mengingat potensi Jokowi mencalonkan diri kembali sebagai calon presiden pada pilpres 2019.
Pengamat militer dari Instituted for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi mengatakan bahwa menjaga netralitas TNI adalah tantang terbesar Hadi ke depan. Netralitas TNI merupakan poin utama di tubuh TNI sejak reformasi.
“Yang harus dicatat di DPR, yakni bagaimana komitmen calon Panglima TNI menjaga organisasi, personelnya terutama untuk tidak beraktifitas berlebihan di luar tugas pokoknya,” ujar Fahmi.
Fahmi mengingatkan, ada dua hal yang perlu didalami oleh DPR saat melakukan uji kelayakan dan kepatutan terhadap Hadi, yakni soal kemampuan tata kelola organisasi dan strategi pertahanan.
Dalam konteks tata kelola organisasi, DPR dituntut memperdalam kemampuan Hadi melakukan pembinaan personel. Hadi harus mempunyai strategi konkret untuk meningkatkan prefesionalitas dan kemampuan personel.
Sementara itu, dalam konteks pertahanan negara, Hadi diharapkan dapat menjabarkan strategi pertahanan ke depan yang lebih optimal. Hal yang perlu disoroti selain modernisasi alutsista, yakni soal fokus pertahanan Indonesia di tengah banyaknya persoalan batas wilayah antarnegara.
“Misalnya ada agenda politik, kita berharap agenda politik yang diusung Panglima TNI nantinya adalah bagaimana komitmen beliau menjaga netralitas dan profesionalitas TNI,” ujarnya.
Lebih dari itu, ia yakin, Hadi akan terpilih sebagai panglima TNI tanpa ada hambatan yang berat dalam uji kelayakan dan kepatutan di DPR.
Spekulasi atas netralitas Hadi juga tak bisa dielakkan. Menurut Fahmi, penunjukkan panglima TNI oleh presiden merupakan produk politik.
Menurut Fahmi, dipilihnya Hadi merupakan bagian dari proyeksi jangka panjang Jokowi. Hadi sengaja dipilih karena masa dinasnya sebagai personel TNI masih cukup panjang. Dengan begitu, Hadi dianggap akan dapat membawa perubahan di tubuh TNI sebagaimana yang diharapkan Jokowi.
“Kepada Pak Hadi, saya pikir masa aktif cukup lama ini memberi peluang untuk bisa lebih leluasa dan fokus menata organisasi TNI,” ujarnya.
Akan tetapi, semua pihak harus menghormati hak prerogatif yang dimiliki presiden dalam menentukan posisi stretegis tersebut.
Secara personal, Fahmi menilai Hadi memiliki latar belakang yang cukup baik untuk menjadi panglima TNI. Beberapa jabatan strategis, seperti sekretaris militer presiden dan irjen Kemhan dianggap dapat menjadi bekal bagi Hadi untuk memimpin TNI.
“Saya pikir profil bagi panglima yang nantinya akan mengendalikan semua hal terkait TNI tentunya sudah cukup lengkap,” ujar Fahmi.//cst
Persetujuan itu disepakati setelah Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyhari menyampaikan laporan hasil fit and proper test yang dilakukan Komisi I terhadap Marsekal Hadi kemarin, sehari sebelumnya.
Dalam pemaparannya, Abdul Kharis menyatakan bahwa seluruh fraksi di Komisi I telah menyetujui hasil fit and proper test Marsekal Hadi. Ia pun menyatakan Komisi I telah melakukan rapat konsultasi dengan Bamus DPR RI.
"Selanjutnya, Komisi I DPR RI mengharapkan Rapat Paripurna DPR RI pada hari ini dapat menetapkan persetujuan Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, sebagai Panglima TNI," kata Abdul Kharis di Ruang Sidang Paripurna DPR, Senayan, Jakarta Pusat.
Sebagaimana diduga sebelumnya, proses fit and proper test Marsekal Hadi oleh DPR ini bakal berjalan mulus.
Meski demikian, komitmennya dalam menjaga netralitas TNI tetap menjadi sorotan publik sebab tahun 2018 dan 2019 Indonesia memasuki tahun poltik. Ini lantaran kedekatan Hadi dengan Presiden Joko Widodo yang oleh publik dinilai cukup istimewa.
Beberapa pengamat mengungkapkan jika penunjukan Hadi sebagai calon panglima TNI oleh Presiden Jokowi bukan hal yang mengejutkan. Sebab secara tersirat, Jokowi menginginkan Hadi sebagai panglima TNI.
Itu tercermin dari melesatnya karier Hadi dibandingkan perwira tinggi lainnya. Hadi hanya butuh waktu dua tahun untuk memegang pangkat marsekal setelah pada 2015 berpangkat marsekal pertama.
Banyak pihak menilai, moncernya karier Hadi tak lepas dari kedekatannya dengan Jokowi. Keduanya pernah bertugas pada wilayah yang sama sebelumnya. Pada kurun 2010-2011, Hadi menjabat Komandan Lanud Adi Sumarmo saat Jokowi menjadi wali kota Solo.
Di sisi lain, penunjukkan Hadi sebagai calon panglima TNI juga dianggap bermuatan politik. Hal itu mengingat potensi Jokowi mencalonkan diri kembali sebagai calon presiden pada pilpres 2019.
Pengamat militer dari Instituted for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi mengatakan bahwa menjaga netralitas TNI adalah tantang terbesar Hadi ke depan. Netralitas TNI merupakan poin utama di tubuh TNI sejak reformasi.
“Yang harus dicatat di DPR, yakni bagaimana komitmen calon Panglima TNI menjaga organisasi, personelnya terutama untuk tidak beraktifitas berlebihan di luar tugas pokoknya,” ujar Fahmi.
Fahmi mengingatkan, ada dua hal yang perlu didalami oleh DPR saat melakukan uji kelayakan dan kepatutan terhadap Hadi, yakni soal kemampuan tata kelola organisasi dan strategi pertahanan.
Dalam konteks tata kelola organisasi, DPR dituntut memperdalam kemampuan Hadi melakukan pembinaan personel. Hadi harus mempunyai strategi konkret untuk meningkatkan prefesionalitas dan kemampuan personel.
Sementara itu, dalam konteks pertahanan negara, Hadi diharapkan dapat menjabarkan strategi pertahanan ke depan yang lebih optimal. Hal yang perlu disoroti selain modernisasi alutsista, yakni soal fokus pertahanan Indonesia di tengah banyaknya persoalan batas wilayah antarnegara.
“Misalnya ada agenda politik, kita berharap agenda politik yang diusung Panglima TNI nantinya adalah bagaimana komitmen beliau menjaga netralitas dan profesionalitas TNI,” ujarnya.
Lebih dari itu, ia yakin, Hadi akan terpilih sebagai panglima TNI tanpa ada hambatan yang berat dalam uji kelayakan dan kepatutan di DPR.
Spekulasi atas netralitas Hadi juga tak bisa dielakkan. Menurut Fahmi, penunjukkan panglima TNI oleh presiden merupakan produk politik.
Pengamat militer dari Instituted for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi |
Menurut Fahmi, dipilihnya Hadi merupakan bagian dari proyeksi jangka panjang Jokowi. Hadi sengaja dipilih karena masa dinasnya sebagai personel TNI masih cukup panjang. Dengan begitu, Hadi dianggap akan dapat membawa perubahan di tubuh TNI sebagaimana yang diharapkan Jokowi.
“Kepada Pak Hadi, saya pikir masa aktif cukup lama ini memberi peluang untuk bisa lebih leluasa dan fokus menata organisasi TNI,” ujarnya.
Akan tetapi, semua pihak harus menghormati hak prerogatif yang dimiliki presiden dalam menentukan posisi stretegis tersebut.
Secara personal, Fahmi menilai Hadi memiliki latar belakang yang cukup baik untuk menjadi panglima TNI. Beberapa jabatan strategis, seperti sekretaris militer presiden dan irjen Kemhan dianggap dapat menjadi bekal bagi Hadi untuk memimpin TNI.
“Saya pikir profil bagi panglima yang nantinya akan mengendalikan semua hal terkait TNI tentunya sudah cukup lengkap,” ujar Fahmi.//cst